Sekiranya sosoknya nyata barangkali makhluk Tuhan paling seksi yang mengalahkan Mulan Kwok adalah Ibnu Saba. Namanya selalu viral mungkin sejak jaman mpu sendok sampai yang memviralkan makan (pakai) sendok. Bangsa kadrun baik yang berhasil menggondol S3 atau yang hanya menggondol S-kopyor dan S-teler mempercayai nama ini sebagai pencipta (ideologi) Syiah. Namanya diviralkan bahwa doi seorang Yahudi die-hard masuk Islam pada jaman khalifah Usman dan berhasil menghasut massa bangkit menentang 'ketidakadilan' yang dipraktikkan kaum aristokrat lama yang berkuasa waktu itu.
Kehebatan Ibnu Saba terletak pada kemampuannya mempengaruhi elit sahabat Nabi yang konon dijamin surga seperti Umul Mukminin Aisyah, Thalhah, Zubair, dan Amru bin Ash yang akhirnya berhasil membunuh khalifah Usman Bin Affan. Silahkan rujuk buku Al-Muawiyyat. Kamu-kamu semua akan menemukan fakta akademik-ilmiah yang menyebut bahwa Thalhah, salah satu sahabat yang konon dijamin surga adalah salah satu eksekutor yang menewaskan khalifah Usman bin Affan yang juga salah satu sahabat yang konon juga dijamin surga. Coba bayangkan, penghuni surga membunuh penghuni surga yang lain. Opo tumon? Kasian nanti 72 bidadari surga ndak dapat laki-laki ideal seperti mereka. Mosok sih dapatnya mujahidin-KW kayak Tengku Zulkarnain si pemalsu ijazah. Kacian kan 72 bidadari surga itu kalo dapatnya laki-laki model Tengku yang ndak jelas babar-blas. Atau model haikal buros yang suka ndobos. Atau Rizik Syihab yang suka Firza ho(s)t.
Terkait nama ini, para ulama-cendekiawan baik Syiah maupun non-Syiah telah sering menjelaskan kontrovesinya sejelas-jelasnya dengan disertai bukti ilmiah yang tak terbantahkan bahwa ibnu saba adalah sosok fiktif yang asal-usulnya ndak jelas babar blas. Nama ini ujug-ujug muncul saat hiruk-pikuk politik di jaman usman. Lalu tenggelam ditelan bumi sesudah sang khalifah yang dijamin surga itu tewas secara mengenaskan ditebas oleh orang-orang yang juga dijamin surga. Siapa saja elit sahabat yang terlibat pembunuhan usman. Supaya ndak katro dalam memahami Syiah, sila lihat lagi Al-Muawiyyat. Itu buku bagus karya orang pinter sedunia. Hehehe.
Mari kita lihat perdebatan tentang Ibn Saba secara akademik-ilmiah. Untuk itu kita pakai buku karya salah satu dosen senior UNIDA Gontor yang berjudul Bukan Sekadar Mazhab: Oposisi dan Heterodoksi Syiah. Sekalian saya promosikan buku ini. Yang kelebihan duit silahkan beli. Yang ndak punya nanti aku pinjami. Buku ini hanya salah satu contoh saja. Banyak karya akademisi UNIDA yang mengupas Syiah. Berupa makalah atau buku. Baik hasil penelitian maupun hasil khayalan. Dan karena dihasilkan oleh insan kampus maka karya itu diembel-embeli dengan istilah ilmiah. Pertanyaannya, benarkah sesuai kaidah ilmiah? Itu yang akan kita preteli satu-persatu.
Selain berupa buku, UNIDA gontor juga mengadakan semacam Latsar bagi kader ulama yang disebut dgn PKU (pendidikan kader ulama) yang khusus mengkaji Syiah yang diklaim bersandarkan pada referensi induknya. Hasilnya bisa ditebak.
Catatan saya tentang output program ini udah saya tuangkan dalam buku kesesatan sunni-Syiah. Jadi, kalau saya sebut teologi anti Syiah UNIDA Gontor itu-itu karena sebab itu. UNIDA sudah mantab memposisikan Syiah sebagai mazhab batil. Dalam bahasa pembekalan siswa akhir KMI sebagai satu dari firaq haddamah. Apa argumentasinya sampai berkesimpulan seperti itu? Itulah yang akan kita lihat dalam tulisan berseri ini.
Jadi, kamu-kamu yang merasa keberatan dengan ditulisnya kata UNIDA Gontor pada postinganku tempo hari, woles aja guys, aku hanya ikut logika UNIDA Gontor aja. Lagian, kan, sebagai lembaga pendidikan tinggi setinggi nama Gontor saya kira mereka paham konsekwensi logis dari kegiatan akademik. Dialektika pemikiran adalah satu keniscayaan dalam dunia akademik. Kalau menilai argumentasi lain, harus siap untuk menerima argumentasi-balik. Kalo mengkritik pihak lain, maka harus siap untuk dikritik. Jangan maunya menang sendiri. Ngkritik mau, tapi kalau dikritik ngkrutuk. Sikap seperti itu tidak baik untuk iklim akademik. Kritik-mengkritik adalah hal biasa. Asal memakai kaidah akademik-ilmiah. Untuk mencari titik-lemah/kuat sebuah argumentasi, bukan untuk menghakimi apalagi mempersekusi pihak yang tidak disetujui. Coba lihat cover majalah gontor yang ada di profile akun ini. Judulnya sangat bombatis: jangan biarkan Syiah merekah di indonesia. Emang Syiah salah apa? Pernah kah Syiah menebar teror seperti yang dilakukan oleh abu bakar ba'syir yang alumni gontor?! Pernahkah Syiah merugikan negara seperti kader pks lutfi hasan ishak yang terbukti sebagai koruptor yang juga alumni gontor?! Mengapa Majalah Gontor sedemikian bencinya kepada Syiah?! Coba tanya saja pada rumput yang bergoyang.
Sila bacalagi baik-baik postingan aing tempo hari. Kritik-mengkritik dalam dunia akademik bukan untuk menghakimi dan menjatuhkan pihak lawan. Tapi untuk melihat kelemahan/kekuatan argumentasi lawan diskusi. Preferensi ideologis tak bisa dihakimi sebagai salah atau benar. Dalam konteks ini kita akan lihat bagaimana civitas akademika unida gontor memahami Syiah. Jadi, sekali lagi, woles aja guys. Nggak usah beperan dengan ditulisnya kata UNIDA gontor dalam gerakan oposisi Syiah di indonesia.
Sekarang kita kembali ke ibnu saba. Berbusa-busa kaum ulama-cendekia baik Syiah maupun di luar Syiah yang secara ilmiah berhasil membuktikan kepalsuan mitos Ibnu Saba yang seringkali disematkan kepada Syiah. Sebut misalnya Murtadha al-Askari dalam karyanya Abdullah ibn Saba wa asatir ukhra (abdullah bin saba dan dongeng-dongeng lain). Diterbitkan di baghdad, tahun 1968. Dengan disertai data yang kuat, al-askari buktikan bagaimana mitos ibn saba yang dibuat oleh Sayf ibn Umar ini masuk ke dalam Tarikh Thabari yang dari sana kemudian menyebar ke pelbagai sumber sejarah lain baik sunni seperti tarikh Ibnu Kastir dan tarikh Dimisqa ibn Asakir, maupun sumber Syiah seperti rijal al-Kasyi. Dari al-Thabari-lah teori Ibnu Saba menjadi travelling theory yang berpindah-pindah dari satu referensi ke referensi lain, dari masa ke masa, melintasi batas era dan area hingga akhirnya menclok ke kampus UNIDA tengah sawah yang jauh dari era dan area awal mula teori ini dibuat oleh Saif ibn Umar. Namun penjelasan al-askari yang panjang lebar dimentahkan begitu saja oleh Syamsuddin Arif hanya dengan argumentasi bahwa al-Askari hanya menggaungkan kembali pendapat sarjana Yahudi bernama Hichem Djait yang bukunya terbit di tahun 1989. Sila baca halaman 33 buku Bukan Sekadar Mazhab: Oposisi dan Heterodoksi Syiah.
Coba perhatikan baik-baik argumentasi penolakan terhadap hasil penelitian serius al-askari dalam buku yang pertamakali terbit tahun 1969 itu. Ada di footnote no 11, hlm 33. Dengan enteng arif menyebut bahwa: "argumentasi al-askari hanya meng-echo-kan pernyataan sarjana yahudi bernama hichem djait yang menolak riwayat Saif bin Umar seputar Abdullah bin Saba dan Sabaiyah sebagai une invention phantasmagorique." Di catatan kaki ditulis karyanya yang terbit tahun 1989. Sekali lagi, perhatikan bantahannya terhadap argumentasi al-Askari yang terbit tahun 1968. Menurutnya, al-askari hanya menggaungkan kembali argumentasi sarjana yahudi yang muncul di tahun 1989. Aneh bin ajaib. Argumentasi buku yang terbit lebih dulu di tahun 1968, oleh Arif dianggap copy-paste dari buku yang terbit tahun 1989. Lihat footnote no 12, hlm 33.
Mana lebih tua tahun 1968 atau 1989?! Ndak usah lah kuliah mahal-mahal sampe nggondol S-3 segala untuk menjawabnya. Cukup minum es teler ditambah cendol dawet lima ratusan di pinggir jalan dijamin pasti bisa menjawab dengan benar. Bahwa tahun 1968 itu lebih dulu dari tahun 1989. Mana mungkin terjadi buku yang terbit lebih dulu menyontek dari yang terbit belakangan? Kata asmuni, itu satu hil yang mustahal. Kalaupun ada bisa masuk ke tujuh keajaiban dunia yang baru. Kategori kemustahilan yang pernah terjadi.
Ini kita belum masuk ke jantung perdebatan tentang Ibn Saba. Diskusi kita baru di halaman (rumah) buku. Belum masuk ke substansi atau jeroannya. Lha, kalo masih di kulitnya saja sudah salah menyimpulkan, bagaimana dengan isinya?! Udah pasti ndak karuan babar-blas. Silakan lihat lagi postingan tempo hari tentang 3 kesalahan fatal yang berulang terjadi dalam membaca Syiah. Jangan dululah pake teori akademik yang ndakik-ndakik dan njlimet-njlimet pakai yang dasar-dasar dulu aja. Silahkan baca postingan ini baik baik dulu. Besok/lusa kita lanjut dengan yang agak serius dikit. Dikit aja. Jangan banyak-banyak seriusnya supaya nggak jantungan kalian. ***
Muhammad Babul Ulum, penulis buku Al-Muawiyyat