19/03/22

Pengantar Rintihan Suci Ahli Bait Nabi (2) [by KH Jalaluddin Rakhmat]

Mengapa dipilih rintihan Ahli Bait?

Nabi pernah berlindung kepada Allah dari doa yang tidak didengar dan hati yang tidak khusyuk. Doa yang didengar dan hati yang khusyuk tidak dapat dipisahkan. Allah tidak akan mendengarkan doa dari pedoa yang lalai, yang hatinya kosong. Kapan hati kita tenggelam dalam doa? Kita berdoa khusyuk hanya bila kita merintih,  jika kita mengadukan segala duka dan harapan kita di hadapan Rabbil 'Alamin, bila kita merasakan segala kelemahan dan  kehinaan kita.

Kita semua pernah mengalami guncangan hidup. Ada saat-saat ketika kita terdesak pada tembok yang kokoh.  Kita merasa segala daya kita telah tiada, seluruh kemampuan telah terputus. Pada saat itu, kita menghampiri yang Mahakasih lagi Mahakuasa. Bukankah Nabi Musa pernah bertanya "Ya Allah, di mana aku harus mencari-Mu?", lalu Allah menjawab, "Carilah Aku di antara orang-orang yang hancur hatinya!". Pada saat hati kita hancur, kita serasa dekat dengan Dia. Sayangnya, ketika hati kita dipenuhi keharuan, lidah kita tidak sanggup mencari kata-kata yang secara tepat melukiskan perasaan kita. Untuk doa yang khusyuk, memang, disamping gelora hati diperlukan kefasihan.

Ahlu Bait adalah keluarga yang hampir sepanjang sejarah ditindas dan dianiaya. Mereka adalah orang-orang yang suci yang selalu dekat dengan Allah. Mereka adalah pembawa obor, pemimpin kafilah rohaniah yang sedang berjalan menuju Yang Mahakasih. Allah menganugrahkan kepada mereka --- di samping kesucian hati --- kefasihan berbicara. Ali bin Abi Thalib terkenal karena kepiawaiannya dalam menggunakan bahasa. Kumpulan khotbahnya dan ucapannya, Nahjul Balaghah, merupakan bukti abadi untuk itu. Gibbon, dalam The History of the Decline and Fall of the Roman Empire menulis tentang Ali, "He united the qualification of a poet, a soldier, and a saint. His wisdom still breathes in a collection of moral and religious saying; and every antagonist in the combats of tongue or of sword was subdued  by his eloquence and valour" (Ali menggabungkan kemampuan pujangga, prajurit dan orang suci. Kebijakannya masih memancarkan kumpulan ucapan agama dan moral. Setiap musuhnya dalam pertempuran lidah atau pedang dikalahkan oleh kefasihannya dan keberaniannya").

Fatimah pernah menyampaikan pidato di depan Abu Bakar. Seluruh pendengarnya tak sanggup menahan tangisan. Fatimahlah yang datang ke pusara ayahnya, Muhammad saw, dan mengambil segenggam tanah kuburan seraya berkata:

"Apatah bagi yang telah mencium tanah pusara Ahmad
tak kan mencium lagi semerbak sepanjang masa
Telah menimpa daku bencana
Yang membuat siang menjadi malam gulita"

Dari Ali dan Fatimah --- semoga Allah melimpahkan kesejahteraan bagi mereka --- para imam ahli bait mewarisi kesucian dan kefasihan. Doa-doa ahli bait, karena itu, tak pelak lagi membawa hati kita kepada kekhusukan.

Itulah alasan saya memilih doa-doa Ahli Bait. Tetapi bukankah doa-doa dalam Alquran dan doa-doa Rasulullah saw sudah ada? Kumpulan doa ini sama sekali bukan untuk menandingi doa-doa dalam Alquran dan As-Sunnah, yang sudah banyak dikumpulkan orang.  Doa-doa di sini dimaksudkan hanya untuk menambah koleksi doa kita, di samping doa dari kedua sumber di atas.

Masih mungkin ada orang yang bertanya: Tidakkah mengumpulkan doa ahli bait berarti mengkultuskan mereka? Kita dapat menjawabnya dengan pertanyaan lagi: Bukankah menolak doa mereka berarti merendahkan mereka. Ketika Ali Zainal Abidin ra ⁴ pulang dari Istana Yazid, ia memasuki Tawma, pintu kota Damaskus.  Seorang tua mendekati rombongan Zainal Abidin, "Alhamdulillah,  Allah telah membunuh kalian, membinasakan kalian, 'mengistirahatkan' tokoh-tokoh kalian, dan memenangkan Amir al-Mukminin". Ali bin Husain bertanya, "Hai orang tua, pernahkah Anda membaca Alquran?"
- Ya, pernah.
+ Tahukah Anda ayat ini, "Katakanlah Aku tidak meminta upah kepada kalian kecuali kecintaan pada keluarga (al-qurba)" (Asy-Syura 23)⁵)
- Aku pernah membaca itu.
+ Kamilah 'al-qurba' itu, hai orang tua. Pernahkah Anda membaca dalam surat Bani Israil, "Berikan pada keluarga haknya" (Al-Isra 26)⁶)
- Aku pernah membacanya.
+ Kamilah keluarga yang dimaksud, hai orang tua. 
Pernahkah Anda membaca, "Ketahuilah, apa-apa yang kamu peroleh itu berupa apa pun maka sesungguhnya seperlimanya buat Allah, Rasul-Nya dan dzal qurba" (Al-Anfal 41) ⁷)
- Aku pernah membacanya. 
+ Kamilah itu 'dzal qurba', hai orang tua. Pernahkah Anda membaca, "Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan kenistaan dari kalian, hai ahli bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya" (Al-Ahzab 33)⁸)
- Aku pernah membacanya. 
+ Kamilah ahli bait yang dikhususkan dengan ayat pensucian ini. Dan ini catatan saya terakhir. Ketika K.H. Abdullah bin Nuh, ulama besar dari Pesantren Al-Ghazali Bogor,  menulis buku Keutamaan Keluarga Rasulullah saw ⁹), Al-Hamid Al-Husaini, penulis banyak buku tentang sejarah keluarga Nabi, memberikan kata sambutan.  Saya Kutipkan sebagian daripadanya:

"Mungkin ada orang yang berkata: Bukankah menganjur-anjurkan kecintaan kepada ahlubait Rasulullah saw sejalan dengan ajaran mazhab Syi'ah? Pertanyaan seperti itu sebenarnya timbul dari kekurangan pengertian mengenai ajaran Islam selengkapnya. Yang menganjurkan, yang menyerukan, bahkan yang mewajibkan kecintaan kepada ahlubait Rasulullah saw adalah beliau saw sendiri. Yang menetapkan kesucian ahlubait Rasulullah saw bukan mazhab dan bukan aliran, melainkan Allah Swt melalui firman-Nya dalam Alquranul-Karim. Yang meriwayatkan Hadis-hadis Nabi tentang wasiat mengenai ahlubaitnya bukan lain adalah para sahabat Rasulullah saw.  Dan yang menyampaikannya kepada ummat Islam sedunia adalah para imam ahli Hadis dan para ulama puncak dari segala mazhab. Bahkan Imam Syafi'i ra sendiri menetapkan keharusan mengucapkan shalawat  bagi sayyidina Muhammad dan ali sayyidina Muhammad dalam doa dan tasyahud akhir pada tiap shalat fardlu lima kali sehari-semalam. Jadi, kalau mazhab Syi'ah mengajarkan kepada para pengikutnya supaya mencintai ahlubait Rasulullah saw itu adalah kewajiban mereka, sebagaimana yang telah menjadi kewajiban seluruh kaum Muslimin tanpa memandang perbedaan mazhab yang dianutnya." ***

CATATAN KAKI 

4. Riwayat dalam Tarikh ibn A'tsam 5:242-243; lihat juga Tafsir al-Thabari dalam tafsir ayat-ayat tersebut
5. Ketika turun ayat Asy-Syura 23, para sahabat bertanya: Siapakah keluargamu yang Allah wajibkan kami mencintainya? Nabi menjawab: Ali, Fatimah, dan anak-anaknya. Hadis riwayat Ahmad, Ibn Mundzir, ibn Abi Hatim, ibn Mardawiyah, al-Thabrani, dari Ibn Abbas. Lihat al-Suyuthi, Tafsir al-Durrul al-Mantsur, 6:7; al-Qurthubi 16:21-22; Tafsir Ibn Katsir 4:112; Tafsir Fath al-Qadir 4:534, dan lain-lain 
6. Ketika turun ayat Al-Isra 26, Rasulullah saw memberikan tanah Fadak kepada Fatimah, suaminya, dan anak-anaknya. Merekalah yang dimaksud 'al-qurba'. Lihat al-Suyuthi, al-Durrul al-Mantsur, 4:177; Tafsir al-Thabari 15:72; Muntakhab Kanz al-Ummal Hamish Musnad Ahmad 1:228
7. 'Dzil qurba' yang dimaksud dalam ayat Al-Anfal 41 adalah Fatimah, suaminya, dan anak-anaknya. Lihat Al-Haskani, Syawahid al-Tanzil, 1:218; Tafsir al-Thabari 10:5,8
8. Yang dimaksud dengan ahli bait dalam al-ahzab 33 adalah Ali, Fatimah, dan anak-anaknya. Lihat shahih Muslim, bab Fadhail ahl al-bait 2:368 atau Syarh Nawawi 15:194; shahih al-Turmudzi 5:30; Musnad Ahmad 1:1330; Mustadrak al-Hakim 3:133,146,147,158; al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Shaghir 1:65; al-Durr al-Mantsur 5:198; al-Jashshash 5:230; Tafsir Al-Zamakhsyari 1:193; Tafsir Ibn Katsir 3:483; Tafsir al-Munir 2:183; Tafsir Fath Al-Qadir 4:279; dan lain-lain 
9. K.H. Abdullah bin Nuh, Keutamaan Keluarga Rasulullah saw., Semarang: Toha Putra,1987