Manzilah keempat dari Manzilah al-Mua’amalat. “Tidaklah kecuali semata hanya untuk Allah agama yang tulus” (QS 39:3). Tidaklah agama yang murni dari segala jenis elemen riya', keburukan dari ujub, penghiasan dan sepertinya kecuali semata hanya untuk Allah. Inilah makna ketulusan, yaitu penyucian perbuatan dari segala penghalang.
Manzilah pertama dari
ketulusan adalah menghilangkan perhatian perbuatan dari perbuatan, melepaskan
dari tuntutan balasan bagi perbuatan, menurunkan dengan ridha terhadap
perbuatan. Menghilangkan perhatian perbuatan, yaitu tidak memandang bahwa
perbuatan baik yang dilakukan karena dirinya; tetapi bahwa perbuatan baik yang
dilakukan tidak lain karena pemberian Allah kepada dirinya. Dirinya melepaskan
perhatian pada perbuatan baik pada dirinya, tetapi melihat bahwa sumber
kebaikan yang muncul pada dirinya tidak lain dari Allah SWT. Karena perbuatan
baik itu berasal dari Allah maka dihadapan perbuatan baik tidak layak ada
harapan untuk mendapatkan imbalan atau mendapatkan sesuatu sebagai apresiasi
atas perbuatan baik tersebut karena perbuatan baik tersebut bukanlah berasal
dari dirinya. Sedangkan turun pada ridha pada perbuatan bahwa dirinya merasa
puas dengan perbuatan baik yang dilakukannya sehingga menghentikannya hanya
pada kondisi tersebut dan ini akan menghalangi dirinya memiliki ketulusan
kepada Allah karena bagi Allah perbuatan baik tidaklah memiliki arti tanpa
ma'rifah yang benar tentang al-Haqq.
Manzilah Kedua adalah rasa
malu atas perbuatan baik yang dikerjakan sekali pun hasil dari kesungguhan,
tetap dalam kesungguhan sekalipun bersandar pada penyaksian ruhaniahnya,
memandang perbuatan sebagai cahaya petunjuk dari sumber pancaran. Malu dalam
memandang kebaikan yang dilakukan bahwa apa yang dikerjakan semua karunia Allah
yang sesungguhnya dirinya tidaklah layak mendapatkan karunia Allah tersebut.
Sekali pun dirinya melakukan kesungguhan itupun kemuliaan yang Allah berikan
untuknya. Imam Ja'far As-Shadiq menyatakan "Setiap kebaikan yang keluar
dari seorang hamba adalah Rahmat al-Rahim baginya".
Sekali pun pada kedudukan
ini Salik harus berhukum dengan hukum Bathin yang dihasilkan melalui penyaksian
ruhaniahnya dirinya tetap secara Zhahir mengikuti aturan Zahir dengan
kesungguhan nya. Karena Zahir tetap dalam ketetapan Zhahirnya. Dalam Syairnya
Syaikh berkata "Haqiqote daryo Syareate qisti dar Daryo be Ceh
Nesasti" (Hakikat itu lautan dan Syariat itu kapalnya di lautan kita mau
duduk dimana).
Melihat perbuatan baik dalam
cahaya petunjuk bahwa pada tingkat ini Salik sudah melihat haybah Ilahi yang
dengan itu ia menyaksikan tidak ada kebaikan apa pun kecuali semuanya keluar
dari-Nya dan dirinya serta penyaksiannya adalah cahaya yang Allah singkapkan
atasnya sehingga terbuka mata pancaran-Nya.
Manzilah Ketiga adalah
pengikhlasan amal melalui Pengikhlasan dari amal sehingga mengikuti jalannya
ilmu, menjalani jalan penyaksian hukum, keterbebasan dari liputan kebiasaan
(al-Rusum). Bahwa pengikhlasan amal dari amal, yaitu menghilangkan seluruh
kesadaran dan fikiran terhadap seluruh tindakan dan amal yang dilakukan
sehingga tidak ada lagi kesadaran tentang dirinya. Hakikat Tauhid adalah
penafian diri. Yang ditempuh berdasarkan jalan ilmu atas penyaksian hakiki yang
terbuka dihadapannya bukan lagi atas dasar ketentuan zhahir yang harus
diikutinya. Karena penyaksian hakiki adalah kebenaran hukum baginya karena
itulah hakikat dari hukum zhahir yang pernah diikutinya. Hukum bathin baginya
adalah hujjah hakikat yang benar. Kebiasaan yang dimaksud adalah efek yang
timbul dari perjalanan yang ditempuhnya. Bagi Salik selain al-Haqq tidak lagi
memiliki makna betapa pun kemudian karomah yang muncul pada dirinya bukanlah
sesuatu baginya, bahkan hal tersebut justru menganggu dirinya karena dibalik
karamah yang muncul terselip kemuliaan di mata manusia yang justru akan merusak
hakikat kesadarannya tentang al-Haqq. Syair Sufi mengatakan: "Dalam
cahaya-Nya tak ada lagi aku karena Engkaulah yang benderang." Semakin
dekat semakin dirinya hilang dan tersembunyi. Hanya yang rendah yang
menampilkan dirinya.[]
(Dikirim oleh Dr
Kholid Al-Walid dalam whatsapp group)