"Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya" (QS 22:30).
Penghormatan adalah menjaga dan mengagungkan hak-hak yang ada pada al-Haqq. Dalam penjelasan Syaikh: Penghormatan adalah perendahan diri dari penentangan dan hal yang dilarang (al-Mujasaraat).
Manzilah pertama adalah
Penghormatan terhadap Perintah dan Larangan. Bukan karena takut akan siksaan
sehingga menimbulkan ketegangan jiwa, bukan karena mengharapkan pahala sehingga
ingin bersegera ke akhirat dan bukan berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya
sehingga menimbulkan keinginan di puja. Sesungguhnya semua hal ini adalah
bagian ibadah Nafsu. Seorang salik harus memiliki kesadaran bahwa dirinya
tidaklah memiliki apapun, dia adalah hamba yang lemah, hina dan rendah
sedangkan Allah SWT adalah Zat yang mutlak. Apa yang ada pada dirinya semua
milik-Nya. Karenanya wajib baginya menghormati Perintah-Nya dengan segera
melaksanakannya betapapun berat perintah tersebut tanpa ada penolakan sedikit
pun. Dan wajib baginya menjauhi semua larangan-Nya sejauh yang mungkin dia
dapat jauhkan dari dirinya. Bukan karena takut akan siksaan sehingga dirinya
melakukan perintah dan menjauhi larangan. Karena jika demikian bukan hanya akan
menimbulkan ketegangan dan ketidak nyamanan dalam beribadah bahkan akan melihat
Allah SWT sebagai Zat yang menakutkan dan hal ini bertentangan dengan
penghormatan. Tidak mengharapkan pahala dalam menjalankan perintah dan larangan
karena perintah dan larangan bukanlah niaga antara dirinya dengan Allah SWT. Dirinya
tidak lebih adalah budak dihadapan-Nya. Tidak juga melebihi batas dari yang
layak untuk dirinya karena hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan keinginan
mendapatkan apresiasi dan pujian. Jika mengikuti perintah dan menjauhi larangan
dari al-Haqq masih dalam tingkat seperti itu maka Salik masih beribadah untuk
kepentingan nafsu dan keinginannya bukan karena sadar akan kedudukan dirinya
dan hak yang harus dia tunaikan terhadap penguasanya.
Manzilah Kedua adalah Menunaikan
berita sesuai Zhahirnya; dan hal ini sesungguhnya makna yang tetap
dari.pengetahuan Tauhid umum yang bersandar pada Zhahirnya. Tidak memberikan
peluang untuk melakukan pembahasan maupun melakukan penakwilan dan tidak
melebihi secara Zhahir dari contoh yang ada dan tidak juga menyatakan
memahaminya atau mengiranya. Yang dimaksud Syaikh disini bahwa Salik dalam
mengikuti ketetapan nash memberikan penghormatan untuk mengikuti apa yang
ditetapkan Allah SWT tanpa melakukan upaya-upaya pemaknaan yang lebih jauh
sehingga menyebabkan Salik lalai dan merasa mendapatkan pembenaran atas
kelalaiannya dalam menjalankan ketentuan syari'ah. Imam Khomeini ketika tinggal
di Najaf selalu berziarah ke makam Imam Ali a.s. di pertengahan malam dan di
malam itu udara sangat dingin sehingga putranya berkata: "Ayah, udara
sangat dingin di luar, lebih baik ayah berziarah dari rumah saja, bukankah sama
saja?" Imam Khomeini menjawab: "Jangan engkau curi dariku semangatnya
orang awam". Bahwa sebagai penghormatan terhadap ketetapan al-Haqq adalah
menjalankan tanpa banyak mempersoalkan. "Beginilah kamu, kamu
sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam
kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela)
mereka pada hari kiamat?" (QS 4:109). Tidak pula menganggap diri
memahami ketentuan-ketentuan Allah sehingga memberikan alasan atas setiap
tindakan yang dilakukan.
Manzilah Ketiga adalah Menjaga
diri dari menggampangkan sehingga muncul kurang adab (Jur'ah), Menjaga diri
dari rasa bahagia sehingga muncul rasa Aman, menjaga diri dalam penyaksian agar
tidak merasa menjadi sebab. Pada tingkat ini Salik menjaga sikap dirinya karena
sudah berada pada kedudukan penyaksian. Menjaga dirinya dari bersikap lebih
berani kepada al-Haqq karena kemudahan yang didapatnya untuk kedudukan yang
bukan sepantasnya. Seperti yang terjadi pada Nabi Musa a.s ketika berkata
kepada Allah SWT: "Perkenankan Aku menyaksikan-Mu" (QS
7:143), "Sesungguhnya dia tidak lain kecuali Fitnah
untuk-Mu" (QS 7:155). Bahwa apa yang terjadi pada Hallaj atau
Junaid al-Baghdadi dalam Syatahatnya adalah kekurangan Adab dalam.menjaga
rahasia yang terjadi. Menjaga diri dari rasa Aman ketika Salik sampai pada
kedudukan luar biasa yang membuat dirinya merasakan kebahagiaan dan kedekatan
yang luar biasa. Rasa Aman yang justru akan membahayakan ruhaninya karena
al-Haqq memiliki sifat Makar, "Apakah mereka merasa aman dari
Makar Allah" (QS 7:99). Dalam penyaksian al-Haqq kesadaran akan
diri dan seluruh amal yang dilakukannya menjadi hilang dirinya harus menghilangkan
lintasan kesadaran bahwa apa yang terjadi padanya dalam.kedudukan ini karena
usaha dan amalnya yang luar biasa telah dilakukannya hal ini jelas tidak
beradab dihadapan al-Haqq.[]
Dr Kholid Al-Walid
adalah Dosen STAI Sadra, Jakarta