زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Dalam ayat ini Allah SWT
menghiasi diri manusia dengan satu elemen yang disebut syahwat. Secara bahasa,
syahwat artinya menyukai dan menyenangkan (shahiya, shaha-yasha atau
shahwatan). Sedangkan secara istilah, syahwat adalah kecenderungan jiwa
terhadap apa yang dikehendakinya (nuzu’an nafs ila ma turiduhu). Dalam
al-Quran, kata syahwat terkadang dimaksudkan untuk obyek yang diinginkan.
Syahwat dapat dimaknai daya yang mendorong diri manusia pada apa yang dibayangkannya memberi kebaikan atau kenikmatan. Daya ini juga kadang disebut sebagai hawa nafsu. Melalui daya ini muncul pula beragam keinginan pada diri manusia yang tidak terbatas.
Allah sebut syahwat sebagai perhiasan atau keindahan bagi manusia karena melalui syahwat ini manusia menjadi berbeda dengan malaikat. Perpaduan antara syahwat dan akal menyebabkan manusia menghasilkan kreasi yang mencengangkan. Permukaan bumi yang tadinya hanya hutan dan rawa berubah menjadi taman-taman yang indah, pemukiman dan kota-kota dengan keragaman gedung yang menjangkau langit.
Unsur-unsur yang tersimpan jauh di kedalaman dasar bumi berubah menjadi beragam hasil sains dan teknologi yang mencengangkan.
Jalaluddin Rumi berkata: "Batu-batu permata yang terpendam di kegelapan tanah kini menjadi menawan dijemari pengantin."
Syahwat telah mendorong akal bekerja menjangkau seluruh rahasia semesta. Manusia yang tubuhnya, umumnya tak melebihi dua meter itu, telah menghasilkan maha karya yang tak pernah ada yang mampu membayangkannya. Syahwat terus mendorong manusia untuk tidak pernah puas dan tidak pernah berhenti dengan yang telah ada. Layaknya Tuhan, manusia menghadirkan sesuatu yang tak pernah ada menjadi ada.
Kehadiran syahwat telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang dahsyat, tetapi syahwat yang sama jua yang menghempaskan manusia pada kehancuran. Ambisi menguasai, memuaskan diri, membunuh, menumpas kehidupan makhluk yang menghalangi keinginannya mulai dari hutan, binatang bahkan manusia. Ribuan peperangan telah mengukir sejarah yang isinya tidak lebih saling membunuh dan menghancurkan. Kadang dibalik itu hanya karena dorongan syahwat satu orang semata.
Manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya ketika berada dalam kendali syahwatnya. Melakukan beragam hal yang bertentangan dengan fitrah, akal dan agama.
اَىِٕنَّكُمْ
لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِ ۗبَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ
تَجْهَلُوْنَ
Dorongan syahwat pada kaum Luth ini bertentangan dengan tabiat alamiah manusia. Mereka memilih memenuhi dorongan syahwat terhadap sesama jenis karena syahwatnya akan mendapatkan kepuasan yang berlebih jika melakukan hubungan seksual sesama jenis.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا
يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ
لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ
اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Ketika syahwat mengendalikan diri manusia maka disaat itu beragam keburukan dan kehancuran terjadi pada diri dan kehidupan manusia.
Kalangan 'Arifin
memberikan ilustrasi menarik. Diri manusia itu bagaikan kereta kuda. Kereta itu
tidak lain adalah diri manusia. Sais adalah akalnya. Sedang kuda merupakan
syahwatnya. Sekiranya kuda itu berada dalam kendali sang sais, maka kereta itu
akan berjalan cepat menuju tujuan yang diinginkan. Namun ketika kendali berada
pada kegilaan kuda dan sais sudah tak mampu lagi mengendalikannya, maka kereta
akan meluncur tanpa kendali. Menabrak apa pun, bahkan dapat masuk jatuh ke
jurang yang dalam. Dan celakanya setan tahu persis cara menghancurkan manusia
melalui provokasi terhadap syahwatnya. Akal manusia itu disembelih melalui syahwat.
*** (berambung)