"Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman" (QS 11:86). Bahwa apa yang ada padamu dari kebaikan dan kesalehan lebih utama daripada seluruh harta dunia yang dimiliki. Kesederhanaan adalah hilangnya dorongan keinginan dari segala sesuatu secara total. Yaitu hilangnya keterikatan pada segala sesuatu.
Ada tiga Manzilah pada Kesederhanaan. Manzilah pertama, kesederhanaan dalam hal yang subhah (setelah meninggalkan yang haram) menjauhkan diri dari peringatan, meningkatkan hal yang kurang, dan menjauhkan diri bersama para perusak (al-Fusaaq). Kesederhanaan dari hal yang subhah, yaitu segala sesuatu yang seakan halal namun ada keraguan padanya dengan menjauhkan diri darinya. Melakukan hal yang halal adalah ketentuan agama namun yang menghindari yang subhat adalah keindahan diri.
Perbuatan yang subhat
akan menyebabkan peringatan karena berujung pada yang haram. Meningkatkan hal
yang kurang di sisi Allah yaitu baik dalam kesederhanaan keterikatan kepada
selain Allah dengan berupaya melepaskan hati dari mereka sekalipun dapat
menimbulkan keburukan dihadapan makhluk. Juga dalam ibadah berupaya
meningkatkan baik dalam kuantitas maupun kualitas. Menjauhkan diri dengan para
perusak karena para perusak dorongan dan kecenderungan hati mereka adalah
memiliki dan menguasai dunia. Hubungan dengan mereka hanyalah sebatas kebutuhan
bukan sebagai sahabat karena kecenderungan dan syahwat mereka akan ikut
mempengaruhi hati yang bersamanya.
Manzilah kedua,
yaitu Kesederhanaan dalam kemuliaan-Nya, bertambahnya keluarbiasaan pada
kekuatan dengan terpenuhinya penyanggah kebersamaan (al-Waqt), hilangnya
kegalauan dan bertajallinya kondisi para Nabi dan Shidiqqin. Yang dimaksud
Syaikh kesederhanaan dalam kemuliaan-kemuliaan yaitu dengan mengembalikan bahwa
Pemiliki semua kemuliaan itu adalah al-Haqq bukan dirinya dan dirinya tidak
berhak untuk menampilkannya. Karena dirinya tidak memiliki apa pun.
Dengan bertambah
dekatnya dirinya dengan al-Haqq (Penyanggah kebersamaan atau Imarah al-Waqt)
bertambah pula beragam kekuatan dan kedahsyatan yang terjadi pada dirinya dan
hal tersebut pada saat yang sama harus dia kendalikan dan tidak mengganggu
dirinya dalam kebersamaan dirinya dengan al-Haqq. Keistimewaan dan karamah
seringkali menyebabkan Salik gagal dalam upaya ruhaniahnya untuk mencapai
derajat kebersamaan dengan al-Haqq.
Kesederhanaan pada semua
hal tersebut adalah kondisi dan keadaan para Nabi dan Shidiqqin sehingga
sekiranya dirinya dapat bertahan dalam menempatkan dirinya pada hakikat asli
dirinya sebagai zat yang faqir maka sifat-sifat para Nabi dan Shidiqqin akan
muncul pada sifat dirinya. "Dan barangsiapa yang mentaati Allah
dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya" (QS 4:69).
Manzilah Ketiga yaitu
Kesederhanaan terhadap Kesederhanaan dan dia terdiri dari tiga hal: merendahkan
kesederhanaan yang dilakuka, kesamaan keadaan pada apa pun yang ada,
meninggalkan penyaksian yang diperoleh menuju lembah hakikat. Yang dimaksud
Syaikh Kesederhanaan terhadap kesederhanaan adalah menjadikan Kesederhanaan
yang dilakukan bukanlah sesuatu yang bernilai.
Merendahkan
kesederhanaan menyadari bahwa upaya dirinya membatasi dan menjauhkan beragam
hal bahwa hal yang dijauhkan tersebut memang tidak bernilai dan berarti
dibandingkan keagungan Allah. Keadaan yang sama baik ketika sesuatu itu jauh
darinya atau dekat dengannya, karena apapun selain Allah tidak nilai apapun.
Karenanya dekat ataupun jauh dari apapun itu tidak mempengaruhi dirinya. Yang
dimaksud Syaikh Kesederhanaan terhadap Kesederhanaan adalah menjadikan
Kesederhanaan yang dilakukan bukanlah sesuatu yang bernilai.
Merendahkan
kesederhanaan menyadari bahwa upaya dirinya membatasi dan menjauhkan beragam
hal bahwa hal yang dijauhkan tersebut memang tidak bernilai dan berarti
dibandingkan keagungan Allah. Keadaan yang sama baik ketika sesuatu itu jauh
darinya atau dekat dengannya, karena apapun selain Allah tidak nilai apapun.
Karenanya dekat ataupun jauh dari apapun itu tidak mempengaruhi
dirinya.[]
Dr Kholid Al-Walid
adalah dosen STFI Sadra, Jakarta