وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis.14) Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir. (Al-Baqarah [2]:34)
Namun karena itu perintah Allah SWT, semua malaikat sujud kecuali Iblis. Sujud di pandang oleh sebagian semata penghormatan an sich. Ibn Taymiyyah berpandangan seperti ini dalam upaya mengelakkan 'kemusyrikan'. Bagi Ibn Taymiyyah yang berhak ditundukki dan disujudi semata Allah SWT tidak selain-Nya. Logika ini juga yang digunakan Iblis untuk menolak bersujud. Cak Nur pernah berseloroh mengutip Ibn Arabi bahwa makhluk "paling bertauhid" adalah Iblis.
Bagi para filosof muslim seperti Ibn Sina atau Mulla Sadra, sujud di sini adalah sujud eksistensial (wujudi) bahwa wujud yang lebih rendah bergantung secara eksistensial keberadaannya pada wujud yang lebih tinggi sampai pada puncak eksistensi yang tidak lain adalah Allah SWT.
Iblis merupakan merupakan 'Amru 'Adami' (Persoalan Non-Eksistensi). Sederhananya, kegelapan itu tidak betul-betul real, kegelapan terjadi karena tidak adanya cahaya. Iblis sebenarnya adalah bentuk keterbatasan dari golongan malaikat itu sendiri.
Ada penafsiran menarik tentang mengapa Malaikat diperintahkan sujud dan Iblis menolak. Kita dapati dalam kitab Syarh Nahjul Balaghah Ibn Maystam. Imam Ali bin Abi Thalib as menjelaskan bahwa malaikat adalah seluruh daya pada diri manusia, baik itu daya tumbuh, reproduktif, syauqi, kesadaran, daya berfikir, daya mengingat, daya imajinatif dan sebagainya. Semuanya diperintahkan Allah SWT untuk tunduk pada keinginan manusia. Sedangkan Iblis adalah daya syahwati pada manusia yang selalu menentang dorongan ketundukan kepada Allah SWT.
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Dia telah menundukkan (pula) untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Al-Jāṡiyah [45]:13)
Al-Nasafi dalam kitabnya "al-Insan al-Kamil" menyepakati apa yang disampaikan Imam Ali bin Abi Thalib as dan mendiskripsikan :
"Ketika Allah menciptakan segala sesuatu, Dia menyebutnya dengan kata 'Alam' yang berarti tanda ('Alamah). Alam adalah naskah Ilahi dan Allah berkata "Barangsiapa membaca naskah ini, dia akan mengenal-Ku, pengetahuan, keinginan dan kekuasaan-Ku.
Para pembaca yang tidak lain adalah malaikat tak mampu membaca naskah yang begitu luas yang merupakan Alam Kabir (makrokosmos). Karenanya Allah membuat ringkasan naskah itu dalam bentuk Alam Saghir (mikrokosmos). Apa saja yang ada di Alam Kabir ada di Alam Saghir.
Kemudian Allah mengutus khalifah-Nya ke dalam Alam Saghir yang tidak lain adalah Akal. Ketika Akal sudah bersinggasana di Alam Saghir maka seluruh malaikat bersujud padanya kecuali Nafsunya.
Demikian pula ketika Adam as duduk dalam jubah Khalifah di Alam Kabir para malaikat sujud sedang Iblis menentangnya". *** (bersambung)
Dr Kholid Al-Walid adalah Dosen Filsafat STAI Sadra Jakarta dan Pengasuh Kajian Tasawuf MISYKAT TV