Kasihan adalah perasaan khawatir yang terus menerus diiringi rasa sayang bahwa karena rasa sayang terhadap dirinya maka akan memunculkan rasa kasihan akan rusaknya dirinya karena akibat dari tindakan yang salah yang dilakukannya.
Manzilah pertama adalah
kasihan terhadap diri yang cenderung pada pengingkaran. Keadaan diri yang
seperti ini adalah keadaan diri yang sakit. Salik haruslah sedih dan kasihan
terhadap keadaan dirinya yang masih berada pada tingkat yang rendah seperti
ini. Dia masih berada pada tingkatan al-Nafs al-Amarah, "Sesungguhnya
Nafsu Amarah itu cenderung mengajak pada keburukan" (QS 35:53).
Kesedihan pada perbuatan yang berakhir sia-sia. Betapa banyak amal yang
dilakukan nya pada akhirnya tidak diterima Allah SWT dan tidak ada manfaat yang
dihasilkan. Amal-amal yang banyak selama ini tidak lebih bagaikan debu yang
ditiup angin. Kesedihan atas tindakan orang-orang disekitarnya karena tahu
akibat yang akan dialami. Kesedihan yang timbul akan perilaku orang-orang di
sekitarnya yang perilaku dan tindakan mereka justru akan menjerumuskan
diri mereka pada kehancuran di akhirat kelak. Kesedihan yang muncul karena rasa
sayang terhadap mereka disertai pengetahuan akan akibat yang ditimbulkan oleh
orang-orang yang disayangi tersebut.
Manzilah Khusus, yaitu
kasihan terhadap kelalaian waktu dalam perpisahan, terhadap hati yang dipenuhi
gangguan, terhadap keyakinan yang muncul karena sebab. Kasihan terhadap
kelalaian waktu dalam perpisahan bahwa selama ini terlalu banyak waktu-waktu
yang terlewati dan diri Salik disibukkan untuk hal selain perhatian pada
al-Haqq dan senang dengan kondisi yang justru memisahkan dirinya dengan
al-Haqq. Kesenangan yang justru membahayakan ruhaninya. Terhadap hati yang
sering kali diikat oleh rasa pada selain Allah yang mengganggu hubungan dirinya
dengan Allah. Padahal Allah berkata, "Allah sekali-kali tidak
menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya" (QS
33:4). Atau segala sesuatu yang mengganggu hatinya dalam hubungannya dengan
al-Haqq. Ahli Yaqin adalah mereka yang telah bertawakal penuh pada setiap
keputusan Allah. Dia hanya melakukan apa yang diperintahkan Allah pada dirinya
dan memutuskan pandangannya dari sebab-sebab dari akibat yang dia terima dan
alami. Karena hal tersebut menyebabkan dirinya bersandar pada sebab untuk
mendapatkan akibat dan bukan bersandar pada Allah terhadap apapun yang Allah
inginkan terjadi pada dirinya.
Pada Manzilah yang lebih khusus, yaitu kasihan atas diri yang diliputi oleh ujub, perhatian makhluk dan upaya keras murid untuk menjaga dirinya. Bahwa seorang Salik harus mengasihani diri yang masih diliputi Ujub yang menunjukkan lemahnya pandangannya terhadap Allah. Bahwa kebaikan dan kesalehan yang terjadi padanya karena taufik dan petunjuk Allah bukan berasal dari usaha dirinya.
Kebersamaan dirinya dengan
hamba Allah lainnya khususnya pelaku keburukan seringkali menjadi jebakan bagi
rusaknya kondisi ruhaninya karena seringkali ketika bersama mereka muncul
perasaan lebih baik, lebih shaleh dari mereka. Keadaan murid yang berusaha luar
biasa dengan segala usahanya untuk menghindarkan diri dari adalah ujub itu
sendiri yang patut dikasihani. Karena pengerahan usaha diringa menunjukkan
lemahnya kebergantungannya dengan al-Haqq. Makna-makna tentunya pada Manzilah
yang sangat khusus. []
Dr Kholid Al-Walid
adalah Dosen STAI Sadra, Jakarta